Bukan Lagi Anak Kecil

 Photo by Sarah Richardson on Pexels - 

"Aman, Muhammad, Maryam! Ayo jalannya di pinggir aja, hati-hati banyak kendaraan!" Aku cukup kewalahan menghadapi tingkah mereka di jalanan. 

"Lagi nyari apa umm?" Seorang ummahat menyapa saat melewati kami yang sibuk mencabuti entah apa di pohon bambu sesuai ide Aman.

Aku meringis mendengarnya, "Aduh. Kurang tahu ammah, ini adek-adek." ujarku. Ummahat itu tampak paham dan menyadari bahwa ketiga bocil ini adalah saudaraku bukan anakku. Astaga, memang kadang suka begitu. Sudah berapa kali aku mengajak adik keluar seringkali dikira membawa anak.

Mereka tampak heboh, sibuk mencabuti daun muda yang tergulung. Katanya sih karena ada madu di dalamnya, terlihat Muhammad yang kewalahan, ia dan Maryam berebut minta diambilkan sementara Aman sudah membawa segenggam daun muda yang lebih banyak.

Kepalaku mendadak pusing, tingkah mereka ada-ada saja. Tidak bisa diprediksi, padahal di jalan tempat kami berada banyak kendaraan lalu-lalang. Yang mendadak menyebrang tanpa tengok kanan kiri lah, lompat-lompat, berlari tidak beraturan dan sebagainya. Tingkah laku bocah itu mengundang tatapan para bapak-bapak atau ibu-ibu yang terlihat berempati atas kesulitanku dan memaklumi tingkah mereka. Meski kadang ada sih tatapan jengkel yang aku dapatkan dan terkesan, "Bawa anak kok ke jalanan!"

Namanya anak-anak, mereka mudah terdistraksi dengan sesuatu yang menarik tentu disini bukan untuk membenarkan tingkah liar mereka di jalanan ya. Seperti tadi, kami berhenti di tanah lapang yang tersembunyi. Banyak kupu-kupu yang berterbangan yang menarik perhatian, aku menantang mereka untuk menangkap Kupu-kupu itu.

"Aku bisa lho, mbak!" kata Aman sambil memamerkan kupu-kupu coklat yang ia tangkap. Aku tersenyum, berpesan untuk melepasnya jika ia sudah puas melihat kupu-kupu tersebut.

Di tanah lapang itu aku duduk, menikmati sepoi-sepoi angin yang membelai pipi sembari melihat tingkah laku ceria mereka. Mereka begitu lepas, menikmati dan mengeksplorasi setiap hal yang mereka jumpai. Sesederhana lumut di genangan air, membuat Maryam beberapa kali memekik kesenangan. Atau ketiga-tiganya yang merebahkan diri di atas rumput dan tertawa bersama, meski hanya sebentar karena kepanasan. Dadaku yang awalnya terasa sempit, kini lega dihibur oleh tingkah mereka.

Kapan terakhir aku bisa sesantai ini? Hidup dengan benar-benar hidup sambil menikmati keharmonisan alam dan kehidupan adalah hal yang belakangan ini tidak aku lakukan. Sibuk menjadi orang dewasa dengan rutinitas yang monoton, kini dipaksa rehat sejenak dan mengendurkan ketegangan yang ada. Meskipun ya begitulah kehidupan, tidak mungkin kita benar-benar menikmati selayaknya kepolosan anak kecil.

Hadirnya dinamika kehidupan yang menguji kemampuan manusia, pahit manis setiap momen yang tercecap dan tidak bisa diabaikan, segala langkah yang mau tidak mau harus diperhitungkan sebab akan mempertaruhkan banyak hal. Mustahil dapat dilakukan jika kita menghendaki untuk melaluinya dengan penuh kepolosan seperti saat jumlah usia dapat dihitung dengan jari.

Semoga setiap alur kehidupan, keputusan yang kita jalani akan membawa kebaikan. Semoga segala sesuatu yang kita lalui diberikan keleluasaan serta keberkahan oleh Yang Maha Memberi. Semoga setiap roda kehidupan yang terjadi mampu kita lalui dengan ketegaran dan kesyukuran. Rabbi inni lima anzalta ilayha min khairin faqir, sesungguhnya aku sangat membutuhkan kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku. Aamiin..

📌 Yogyakarta, 10-14 Desember 2024 | 17:38

Catatan:

Tidak terasa kita sudah di penghujung tahun, sepertinya baru kemarin aku menuliskan lesson learned in 2023. Ternyata kini 12 bulan nyaris tuntas kita lewati, alhamdulillaah. Kira-kira pelajaran berharga apa yang kamu dapat di tahun ini?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Sederhana Jatuh Cinta di Sosial Media