Cara Memuji & Mengkritik Manusia
Malam Ahad waktu itu, aku menghabiskan waktu selama 30 menit bersama kakakku hanya untuk berdebat soal dimana kami akan makan malam, bolak-balik memeriksa Maps, kebingungan menentukan pecel lele atau ayam goreng, hingga memutuskan kembali ke rencana awal yakni membeli Mixue dan juga kebab di pinggir jalan.
Kami mampir membeli kebab isi daging sapi seharga 18rb dan melanjutkan perjalanan ke toko Mixue terdekat. Sesampainya disana, aku memesan minuman rasa peach dan lemon untuk kakakku. Kami duduk di pojok toko, namun segera berpindah ke luar ruangan karena hawa di dalam sangat dingin.
Tapi, bukan ini yang aku ceritakan lebih lanjut. Di luar, kami berbincang banyak hal.
"Gimana yang kemarin, udah selesai atau belum (urusannya)?" Pertanyaan itu membuatku sedikit tersipu. Aku mengalihkan pandangan, "Alhamdulillah sudah. Kemarin begini begitu.."
Bukan tentang hal itu pula, tapi juga mengenai betapa hecticnya kegiatan satu pekan terakhir yang kakakku jalani, hingga merunut semua yang telah terjadi hingga sampai pada sebuah kesimpulan cara memuji dan mengkritik manusia.
Manusia itu unik, cara memuji dan mengkritik dapat berpengaruh pada karakternya sehingga harus pandai-pandai menempatkan sisi mana yang akan disampaikan.
Jika manusia dikritik soal dirinya, alih-alih perbuatan yang telah dilakukan, maka dia tidak akan nyaman, tidak menerima kritikan tersebut atau justru bisa menjadi label bagi dirinya. Sehingga jika hal demikian telah terjadi, alih-alih merubah diri, malah menjadi ke arah yang tidak diinginkan atau bisa disebut dengan istilah "Labelling"
Contohnya, ada seorang anak yang bandel di kelas. Dia memiliki latar belakang keluarga yang tidak harmonis. Namun, latar belakang broken homenya itu tidak boleh disangkutpautkan saat menasihati anak tersebut. Misal,
"Kamu tuh jangan ngelakuin ini. Bandel amat sih, orangtuamu nggak pernah ngajarin kamu ya?" Eh, tapi perumpamaan ini sedikit kurang tepat.
"Kamu nakal banget sih, pasti gara-gara orangtuamu sering berantem ya?" Nah, barangkali ini lebih tepat.
Mungkin orang merasa tidak nyaman jika di-cap dengan keburukan. Hati kecilnya akan menolak bahwa dirinya seperti itu, karena aslinya dia tidak seperti itu. Dia melakukan hal itu barangkali ada alasan yang menyertainya.
Aku jadi teringat dengan ungkapan bahwa fitrah manusia itu baik. Ia akan selalu mengharapkan kehidupan baik yang membawa kebahagiaan. Barangkali ini yang membuahkan mengapa manusia tidak suka di-cap dengan hal jelek.
Jadi cara mengkritik seseorang bukan pada karakternya, tetapi pada perbuatan yang telah ia lakukan dan disampaikan dengan cara yang santun. Agar sukses melakukan hal ini, diperlukan pengendalian diri dan juga ketenangan hati. It's not easy, but mari kita coba membiasakannya.
Lalu bagaimana dengan memuji?
Semua orang, tentu setuju bahwa dipuji lebih menyenangkan daripada dikritik. Ketika ada yang menyanjung, rasanya seperti diakui dan dihargai, dan itu ga masalah selama tidak menimbulkan riya' di dalam hati.
Uniknya— aku membaca sebuah tulisan di Quora, pujian yang fokus pada karakter akan membawa hasil lebih baik dari pujian yang fokus pada tindakan.
Cara yang bertolak belakang bukan antara memuji dan mengkritik? Jika mengkritik, pada perbuatannya. Jika memuji, maka pada karakternya. Itu pelajaran baru hasil diskusi kami berdua.
Tulisan itu bisa kalian baca disini : Jawaban untuk Bagaimana pujian dapat memengaruhi anak-anak? oleh I Wayan Eko Wahyudi
Omong-omong, terimakasih sudah membaca yaa! 🫶
Komentar
Posting Komentar